oleh: Saif Al Battar
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.Berikut adalah keutamaan-keutamaan dzikir yang disarikan oleh Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam kitabnya Al Wabilush Shoyyib. Semoga bisa menjadi penyemangat bagi kita untuk menjaga lisan ini untuk terus berdzikir, mengingat Allah daripada melakukan hal yang tiada guna.
(1) Mengusir setan.
(2) Mendatangkan ridha Ar Rahman.
(3) Menghilangkan gelisah dan hati yang gundah gulana.
(4) Hati menjadi gembira dan lapang.
(5) Menguatkan hati dan badan.
(6) Menerangi hati dan wajah menjadi bersinar.
(7) Mendatangkan rizki.
(8) Orang yang berdzikir akan merasakan manisnya iman dan keceriaan.
(9) Mendatangkan cinta Ar Rahman yang merupakan ruh Islam.
(10) Mendekatkan diri pada Allah sehingga memasukkannya pada golongan orang yang berbuat ihsan yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihatnya.
(11) Mendatangkan inabah, yaitu kembali pada Allah ‘Azza wa Jalla. Semakin seseorang kembali pada Allah dengan banyak berdzikir pada-Nya, maka hatinya pun akan kembali pada Allah dalam setiap keadaan.
(12) Seseorang akan semakin dekat pada Allah sesuai dengan kadar dzikirnya pada Allah ‘Azza wa Jalla. Semakin ia lalai dari dzikir, ia pun akan semakin jauh dari-Nya.
(13) Semakin bertambah ma’rifah (mengenal Allah). Semakin banyak dzikir, semakin bertambah ma’rifah seseorang pada Allah.
(14) Mendatangkan rasa takut pada Rabb ‘Azza wa Jalla dan semakin menundukkan diri pada-Nya. Sedangkan orang yang lalai dari dzikir, akan semakin terhalangi dari rasa takut pada Allah.
(15) Meraih apa yang Allah sebut dalam ayat,
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ
“Maka ingatlah pada-Ku, maka Aku akan mengingat kalian.” (QS. Al Baqarah 2:152).Seandainya tidak ada keutamaan dzikir selain yang disebutkan dalam ayat ini, maka sudahlah cukup keutamaan yang disebut.
(16) Hati akan semakin hidup. Ibnul Qayyim pernah mendengar gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,
الذكر للقلب مثل الماء للسمك فكيف يكون حال السمك إذا فارق الماء ؟
“Dzikir pada hati semisal air yang dibutuhkan ikan. Lihatlah apa yang terjadi jika ikan tersebut lepas dari air?”
(17) Hati dan ruh semakin kuat. Jika
seseorang melupakan dzikir maka kondisinya sebagaimana badan yang hilang
kekuatan. Ibnul Qayyim rahimahullah menceritakan bahwa
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sesekali pernah shalat Shubuh dan beliau
duduk berdzikir pada Allah Ta’ala sampai beranjak siang. Setelah itu
beliau berpaling padaku dan berkata, ‘Ini adalah kebiasaanku di pagi
hari. Jika aku tidak berdzikir seperti ini, hilanglah kekuatanku’ –atau
perkataan beliau yang semisal ini-.
(18) Dzikir menjadikan hati semakin
kilap yang sebelumnya berkarat. Karatnya hati adalah disebabkan karena
lalai dari dzikir pada Allah. Sedangkan kilapnya hati adalah dzikir,
taubat dan istighfar.
(19) Menghapus dosa karena dzikir adalah kebaikan terbesar dan kebaikan akan menghapus kejelekan.
(20) Menghilangkan kerisauan. Kerisauan ini dapat dihilangkan dengan dzikir pada Allah.
(21) Ketika seorang hamba rajin mengingat Allah, maka Allah akan mengingat dirinya di saat ia butuh.
(22) Jika seseorang mengenal Allah dalam keadaan lapang, Allah akan mengenalnya dalam keadaan sempit.
(23) Menyelematkan seseorang dari adzab neraka.
(24) Dzikir menyebabkan turunnya sakinah (ketenangan), naungan rahmat, dan dikelilingi oleh malaikat.
(25) Dzikir menyebabkan lisan semakin
sibuk sehingga terhindar dari ghibah (menggunjing), namimah (adu domba),
dusta, perbuatan keji dan batil.
(26) Majelis dzikir adalah majelis para malaikat dan majelis orang yang lalai dari dzikir adalah majelis setan.
(27) Orang yang berzikir begitu bahagia, begitu pula ia akan membahagiakan orang-orang di sekitarnya.
(28) Akan memberikan rasa aman bagi seorang hamba dari kerugian di Hari Kiamat.
(29) Karena tangisan orang yang berdzikir, maka Allah akan memberikan naungan ‘Arsy padanya di Hari Kiamat yang amat panas.
(30) Sibuknya seseorang pada dzikir adalah sebab Allah memberi untuknya lebih dari yang diberikan pada peminta-minta.
(31) Dzikir adalah ibadah yang paling ringan, namun ibadah tersebut amat mulia.
(32) Dzikir adalah tanaman surga.
(33) Pemberian dan keutamaan yang diberikan pada orang yang berdzikir, tidak diberikan pada amalan lainnya.
(34) Senantiasa berdzikir pada Allah
menyebabkan seseorang tidak mungkin melupakan-Nya. Orang yang melupakan
Allah adalah sebab sengsara dirinya dalam kehidupannya dan di hari ia
dikembalikan. Seseorang yang melupakan Allah menyebabkan ia melupakan
dirinya dan maslahat untuk dirinya. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah,
lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka Itulah
orang-orang yang fasik.” (QS. Al Hasyr 59:19)
(35) Dzikir adalah cahaya bagi pemiliknya di dunia, kubur, dan Hari Berbangkit.
(36) Dzikir adalah ra’sul umuur
(inti segala perkara). Siapa yang dibukakan baginya kemudahan dzikir,
maka ia akan memperoleh berbagai kebaikan. Siapa yang luput dari pintu
ini, maka luputlah ia dari berbagai kebaikan.
(37) Dzikir akan memperingatkan hati yang tertidur lelap. Hati bisa jadi sadar dengan dzikir.
(38) Orang yang berdzikir akan semakin
dekat dengan Allah dan bersama dengan-Nya. Kebersamaan di sini adalah
dengan kebersamaan yang khusus, bukan hanya sekedar Allah itu bersama
dalam arti mengetahui atau meliputi. Namun kebersamaan ini menjadikan
lebih dekat, mendapatkan perwalian, cinta, pertolongan dan taufik Allah.
Sebagaimana AllahTa’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An Nahl 16:128)
وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al Baqarah 2:249)
وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al ‘Ankabut 29:69)
لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا
“Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita.” (QS. At Taubah 9:40)
(39) Dzikir itu dapat menyamai
seseorang yang memerdekakan budak, menafkahkan harta, dan menunggang
kuda di jalan Allah, serta juga dapat menyamai seseorang yang berperang
dengan pedang di jalan Allah.
Sebagaimana terdapat dalam hadits,
مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ ، وَلَهُ
الْحَمْدُ ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ . فِى يَوْمٍ مِائَةَ
مَرَّةٍ ، كَانَتْ لَهُ عَدْلَ عَشْرِ رِقَابٍ
“Barangsiapa yang mengucapkan ‘Laa
ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku, wa lahul hamdu, wa
huwa ‘ala kulli syain qodiir dalam sehari sebanyak 100 kali, maka itu
seperti memerdekakan 10 budak.”[1]
(40) Dzikir adalah inti dari bersyukur. Tidaklah bersyukur pada Allah Ta’ala orang yang enggan berdzikir. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada Mu’adz,
« يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ
إِنِّى لأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ ». فَقَالَ « أُوصِيكَ يَا
مُعَاذُ لاَ تَدَعَنَّ فِى دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ
أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ »
“Wahai Mu’adz, demi Allah, sungguh
aku mencintaimu. Demi Allah, aku mencintaimu.” Lantas Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Aku menasehatkan kepadamu – wahai Mu’adz-,
janganlah engkau tinggalkan di setiap akhir shalat bacaan ‘Allahumma
a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik’ (Ya Allah tolonglah
aku untuk berdzikir dan bersyukur serta beribadah yang baik pada-Mu).”[2] Dalam hadits ini digabungkan antara dzikir dan syukur. Begitu pula Allah Ta’alamenggabungkan antara keduanya dalam firman Allah Ta’ala,
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku
niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan
janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al Baqarah 2:152).
Hal ini menunjukkan bahwa penggabungan dzikir dan syukur merupakan jalan untuk meraih bahagia dan keberuntungan.
(41) Makhluk yang paling mulia adalah
yang bertakwa yang lisannya selalu basah dengan dzikir pada Allah. Orang
seperti inilah yang menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah.
Ia pun menjadikan dzikir sebagai syi’arnya.
(42) Hati itu ada yang keras dan
meleburnya dengan berdzikir pada Allah. Oleh karena itu, siapa yang
ingin hatinya yang keras itu sembuh, maka berdzikirlah pada Allah.
Ada yang berkata kepada Al Hasan,
“Wahai Abu Sa’id, aku mengadukan padamu akan kerasnya hatiku.” Al Hasan
berkata, “Lembutkanlah dengan dzikir pada Allah.”
Karena hati ketika semakin lalai, maka
semakin keras hati tersebut. Jika seseorang berdzikir pada Allah,
lelehlah kekerasan hati tersebut sebagaimana timah itu meleleh dengan
api. Maka kerasnya hati akan meleleh semisal itu, yaitu dengan dzikir
pada Allah ‘azza wa jalla.
(43) dzikir adalah obat hati sedangkan
lalai dari dzikir adalah penyakit hati. Obat hati yang sakit adalah
dengan berdzikir pada Allah.
Mak-huul, seorang tabi’in, berkata,
“Dzikir kepada Allah adalah obat (bagi hati). Sedangkan sibuk
membicarakan (‘aib) manusia, itu adalah penyakit.”
(44) tidak ada sesuatu yang membuat
seseorang mudah meraih nikmat Allah dan selamat dari murka-Nya selain
dzikir pada Allah. Jadi dzikir adalah sebab datangnya dan tertolaknya
murka Allah. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7).
Dzikir adalah inti syukur sebagaimana
telah disinggung sebelumnya. Sedangkan syukur akan mendatangkan nikmat
dan semakin bersyukur akan membuat nikmat semakin bertambah.
(45) Dzikir menyebabkan datangnya
shalawat Allah dan malaikatnya bagi orang yang berdzikir. Dan siapa saja
yang mendapat shalawat (pujian) Allah dan malaikat, sungguh ia telah
mendapatkan keuntungan yang besar. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً
وَأَصِيلًا هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ
لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ
رَحِيمًا
“Hai orang-orang yang beriman,
berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang
sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.
Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan
ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada
cahaya (yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang
yang beriman.” (QS. Al Ahzab 33:41-43)
(46) Dzikir kepada Allah adalah
pertolongan besar agar seseorang mudah melakukan ketaatan. Karena
Allah-lah yang menjadikan hamba mencintai amalan taat tersebut, Dia-lah
yang memudahkannya dan menjadikan terasa nikmat melakukannya. Begitu
pula Allah yang menjadikan amalan tersebut sebagai penyejuk mata, terasa
nikmat dan ada rasa gembira. Orang yang rajin berdzikir tidak akan
mendapati kesulitan dan rasa berat ketika melakukan amalan taat
tersebut, berbeda halnya dengan orang yang lalai dari dzikir.
Demikianlah banyak bukti yang menjadi saksi akan hal ini.
(47) Dzikir pada Allah akan menjadikan
kesulitan itu menjadi mudah, suatu yang terasa jadi beban berat akan
menjadi ringan, kesulitan pun akan mendapatkan jalan keluar. Dzikir pada
Allah benar-benar mendatangkan kelapangan setelah sebelumnya tertimpa
kesulitan.
(48) Dzikir pada Allah akan
menghilangkan rasa takut yang ada pada jiwa dan ketenangan akan selalu
diraih. Sedangkan orang yang lalai dari dzikir akan selalu merasa takut
dan tidak pernah merasakan rasa aman.
(49) Dzikir akan memberikan seseorang
kekuatan sampai-sampai ia bisa melakukan hal yang menakjubkan. Itulah
karena disertai dengan dzikir. Contohnya adalah Ibnu Taimiyah yang
sangat menakjubkan dalam perkataan, tulisannya, dan kekuatannya. Tulisan
Ibnu Taimiyah yang ia susun sehari sama halnya dengan seseorang yang
menulis dengan menyalin tulisan selama seminggu atau lebih. Begitu pula
di medan peperangan, beliau terkenal sangat kuat. Inilah suatu hal yang
menakjubkan dari orang yang rajin berdzikir.
(50) Orang yang senantiasa berdzikir
ketika berada di jalan, di rumah, di lahan yang hijau, ketika safar,
atau di berbagai tempat, itu akan membuatnya mendapatkan banyak saksi di
hari kiamat. Karena tempat-tempat tadi, gunung dan tanah, akan menjadi
saksi bagi seseorang di hari kiamat. Kita dapat melihat hal ini pada
firman Allah Ta’ala,
إِذَا زُلْزِلَتِ
الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا وَقَالَ
الْإِنْسَانُ مَا لَهَا يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا بِأَنَّ
رَبَّكَ أَوْحَى لَهَا
“Apabila bumi digoncangkan dengan
goncangan (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat
(yang dikandung)nya, dan manusia bertanya: “Mengapa bumi (menjadi
begini)?”, pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena
sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu)
kepadanya.” (QS. Az Zalzalah 99:1-5)
(51) Jika seseorang menyibukkan diri
dengan dzikir, maka ia akan terlalaikan dari perkataan yang batil
seperti ghibah (menggunjing), namimah (mengadu domba), perkataan
sia-sia, memuji-muji manusia, dan mencela manusia. Karena lisan sama
sekali tidak bisa diam. Lisan boleh jadi adalah lisan yang rajin
berdzikir dan boleh jadi adalah lisan yang lalai. Kondisi lisan adalah
salah satu di antara dua kondisi tadi. Ingatlah bahwa jiwa jika tidak
tersibukkan dengan kebenaran, maka pasti akan tersibukkan dengan hal
yang sia-sia.[3]
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush shalihaat.
[1] HR. Bukhari no. 3293 dan Muslim no. 2691
[2] HR. Abu Daud no. 1522, An Nasai no. 1303, dan Ahmad 5/244. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih
[3]
Disarikan dari Al Wabilush Shoyyib, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, tahqiq:
‘Abdurrahman bin Hasan bin Qoid, terbitan Dar ‘Alam Al Fawaid, 94-198.
Sumber: arrahmah.com
0 komentar:
Posting Komentar